Langsung ke konten utama

Umar Bin Khattab - Amirul Mukminin



Tidak diragukan lagi, khalifah Umar bin Khattab adalah seorang pemimpin yang arif, bijaksana dan adil dalam mengendalikan roda pemerintahan. Bahkan ia rela keluarganya hidup dalam serba kekurangan demi menjaga kepercayaan masyarakat kepadanya tentang pengelolaan kekayaan negara. Bahkan Umar sering terlambat salat Jum'at hanya menunggu bajunya kering, karena dia hanya mempunyai dua baju.

Kebijaksanaan dan keadilan Umar ini dilandasi oleh kekuatirannya terhadap rasa tanggung jawabnya kepada Allah SWT. Sehingga jauh-jauh hari Umar sudah mempersiapkan penggantinya jika kelak dia wafat. Sebelum wafat, Umar berwasiat agar urusan khilafah dan pimpinan pemerintahan, dimusyawarahkan oleh enam orang yang telah mendapat keridloan Nabi SAW, ketika beliau akan wafat. Mereka adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidilah, Azzubair ibnul Awwam, Sa'ad bin Abi Waqqash, dan 'Abdurrahman bin Auf. Umar menolak menetapkan salah seorang dari mereka, dengan berkata, aku tidak mau bertanggung jawab selagi hidup sesudah mati. Kalau AIlah menghendaki kebaikan bagi kalian, maka Allah akan melahirkannya atas kebaikan mereka (keenam orang itu) sebagaimana telah ditimbulkan kebaikan bagi kamu oleh nabimu.

Karena ketinggian sikap hati-hati, maka Umar sengaja tidak menunjukkan anak paman dan adik iparnya sendiri, yaitu Said bin Zaid bin Amru bin Nufail. la khawatir orang lain menuduhnya karena dia masih keluarga Umar, meskipun Said bin Zaid adalah salah seorang dari kesepuluh orang yang memperoleh kabar gembira masuk surga.

Umar juga berpesan kepada sahabatnya yang enam orang itu, agar putranya Abdullah menghadiri musyawarah, tetapi ia tidak memiliki hak untuk dipilih. Kehadiran Abdullah untuk mengutarakan pendapat, menyumbang saran saja. la tidak boleh diserahi kekuasaan apapun. Disamping itu juga berpesan, agar selama sidang musyawarah, yang menjadi imam salat adalah Shuhaib bin Sannan Arrumi sampai musyawarah itu usai.

Umar hanya mengangkat keenam orang itu dan tidak menyertakan Ubaidah ibnu Jarrah (orang ke sepuluh yang diberitakan masuk surga) karena ia telah wafat. la juga tidak mengangkat Said bin Zaid (orang ke sembilan yang diberitakan masuk.surga), karena ia adalah adik iparnya sendiri. Selain itu, Said tidak berminat memangku suatu jabatan apapun. Dia hanya ingin menjadi tentara yang terjun ke kancah perang dan perluasan dakwah. la bercita-cita gugur sebagai syahid di medan tempur dan Umar mengetahui hal itu.

Itulah gaya suksesi Umar bin Khattab, seorang khalifah yang adil dan bijaksana. Kebijaksanaan Umar diakui masyarakat muslim, yang menyatakan setelah Umar wafat, "Wahai Umar, engkau selalu meluruskan segala sesuatu yang bengkok. Engkau memadamkan segala api fitnah dan menghidup-hidupkan sunnah Nabi. Engkau meninggalkan dunia dengan bersih dan engkau bebas dari segala aib dan cema

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Zaid bin Haritsah - Satu-satunya Shahabat yang Namanya Tercantum dalam Al-Qur'an

Bapaknya bernama Abdul Uzza bin Imri' Al-Qais, ibunya bernama Sa'di binti Tsa'laba. Ketika masih kecil, ia diajak ibunya menengok kampung. Tiba-tiba datang pasukan Bani Al-Qayn menyerang kampung tersebut. Mereka juga menawan serta membawa pergi Zaid. Kemudian ia dijual kepada Hakim bin Hizam, dengan harga 400 dirham, yang kemudian dihadiahkan kepada bibinya, Khodijah binti Khuwailid. Ketika Khodijah menikah dengan Rasulullah SAW, Zaid bin Haritsah dihadiahkan kepada Rasulullah SAW. Haritsah, bapak Zaid sedih kehilangan anaknya. Ketika beberapa orang dari Ka'ab menunaikan haji, mereka melihat dan mengenal Zaik sebagaimana Zaid mengenal mereka. Kepada mereka Zaid berkata : "Sampaikan beberapa bait syairku ini kepada keluargaku, karena sesungguhnya aku mengerti bahwa mereka sedih karena kehilanganku". Lalu ia melantunkan beberapa bait syairnya. Setelah Haritsah mengetahui kabar anaknya, ia berangkat ke Mekkah bersama Ka'ab bin Syarahil sebagai jaminan. Di

Muawiyah Bin Abu Sofyan - Putera Panglima Qureisy

--> Muawiyah dilahirkan dari keluarga hartawan dan pedagang besar yang menguasai perekonomian hampir seluruh semenanjung Arabia. Ayahnya bernama Abu Sufyan. Abu Sufyan inilah yang menjadi panglima besar kafir Quraisy pada perang Uhud, Khandaq dan pemimpin pemerintahan sampai Mekah dibebaskan oleh Rasulullah. Ibunya bernama Hindun bin Utbah, seorang wanita lincah, cekatan yang mempunyai andil besar dalam membantu suami di perang Uhud. Pada waktu perang Badar, Hindun kehilangan ayah, paman, saudara dan puteranya. Untuk menuntut bela terhadap keluarganya itu, ia mengupah Wahsyi sebagai pembunuh bayaran untuk membunuh dan mengambil jantung Hamzah paman Nabi dan syahid agung untuk dimakannya mentah-mentah. Usaha menuntut bela ini dapat dicapainya. Setelah Mekah dibebaskan, bersamaan dengan ayahnya ia pun masuk Islam. Setelah masuk Islam, ia menjadi salah seorang sekretaris Rasulullah saw. Ia pun ikut perang Hunain dan dengan gagah berani mem

Hudhayfa Ibnul Yaman - Seteru Kemunafikan, Kawan Keterbukaan

Penduduk kota Madain berduyun-duyun keluar untuk menyambut kedatangan wali negeri mereka yang baru diangkat serta dipilih oleh Amirul Mu’minin Umar ra. Mereka pergi menyambutnya, karena lamalah sudah hati mereka rindu untuk bertemu muka dengan shahabat Nabi yang mulia ini, yang telah banyak mereka dengar mengenai keshalihan dan ketaqwaannya, begitu pula tentang jasa-jasanya dalam membebaskan tanah Irak. Ketika mereka sedang menunggu rombongan yang hendak datang, tiba-tiba muncullah di hadapan mereka seorang laki-laki dengan wajah berseri-seri. Ia mengendarai seekor keledai yang beralaskan kain usang, sedang kedua kakinya teruantai ke bawah, kedua tangannya memegang roti serta garam sedang mulutnya sedang mengunyah. Demi ia berada di tengah-tengah orang banyak dan mereka tahu bahwa orang itu tidak lain dari Hudhayfa Ibnul Yaman, maka mereka jadi bingung dan hampir-hampir tidak percaya. Tetapi apa yang akan diherankan? Corak kepemimpinan bagaimana yang mereka nantikan sebagai pilihan